Kamis, 15 Desember 2016

PPT Agama Hindu



Power Point Tentang Sekilas Agama Hindu


https://www.scribd.com/presentation/334354557/PPT-Agama-Hindu

Profil Mahasiswa dan Dosen


Dosen Pengampu : Siti Nadroh, M.Ag
Tempat Tanggal Lahir: 14 Juli 1972 
Dosen Mata Kuliah: Agama-Agama Dunia
E-mail:  siti.nadroh@uinjkt.ac.id







Nama: Nurul Hasanah
NIM: 11150340000011
Tempat Tanggal Lahir: 19 Februari 1997
Prodi: Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Fakultas: Ushuluddin
E-mail: nurul.hasanah15@mhs.uinjkt.ac.id
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA





Video


Video ketika mewawancarai berbagai agama




Makalah


Agama-Agama Dunia

Agama Hindu

Dosen Pengampu: Siti Nadroh, M.Ag



Disusun Oleh:

Nurul Hasanah: 11150340000011



JURUSAN ILMU Al-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016/2017












BAB I
PENDAHULUAN

India adalah negeri yang serba ganda: ganda dalam suku bangsa, budaya, soal kepercayaan, dan agama. Karena keserbagandaan ini maka mempelajari agama Hindu terasa mengalami kesulitan. Subjeknya sangat luas dan mencakup suatu kesejarahan yang sangat panjang, apalagi agama tersebut memiliki ajaran yang tak terbatas. Akan tetapi dengan usaha penelusuran, dan mencoba memandangnya secara berhati-hati, dalam kesempatan ini akan diusahakan melihatnya dalam suatu bentuk yang dirasa utuh.[1]
Pada materi ini akan dibahas tentang agama Hindu. Agama Hindu adalah agama pangan yang dianut oleh penduduk India. Agama ini telah melewati perjalanan sangat panjang yang bermula dari abad ke-15 SM hingga sekarang. Bias jadi, agama Hindu adalah agama paling tua yang tersisa hingga saat ini. Sejatinya,Hindu merupakan sebuah agama yang memadukan nilai-nilai rohani dan etika. Selain itu, agama ini pun memiliki konsep politeisme, yaitu bertuhan banyak. Setiap tuhan dalam agama Hindu memiliki kinerja dan tugasnya masing-masing. Umat Hindu juga meyakini setiap tempat, perbuatan, dan fenomena memiliki Tuhan.[2]








DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...….2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….3
A.    Sejarah Perkembangan Agama Hindu……………………………………………………..3
B.     Kepercayaan Agama Hindu………………………………………………………………..5
C.     Keyakinan Umat Hindu…………………………………………………………………...7
D.    Kasta-Kasta Dalam Agama Hindu………………………………………………………...8
E.     Kitab Suci Agama Hindu………………………………………………………………….9
F.      Naskah-Naskah Suci: Purana dan Tantra………………………………………………...10
G.    Konsep Ketuhanan…………………...…………………………………………………..11
H.    Sekte-Sekte dalam Agama Hindu………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………13











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perkembangan Agama Hindu

Sebelum masuk ke sejarah agama Hindu kita perlu memerhatihan asal mula agama Hindu. Sebenarnya tidak ada yang tahu asal mula agama Hindu. Hal ini karena sejarah agama Hindu tersebut telah ada sebelum masa penulisan sejarah berkembang. Agama Hindu diyakini terentuk dari beberapa keyakinan. Yakni keyakinan bangsa Arya yang pindah dari Eropa yang di dasarkan pada mitologi Norwegia dan Yunani, juga keyakinan bangsa Dravida dan bangsa Harappa (peradaban lembah Sungai Indus).[3]
Dalam sejarah agama Hindu, tidak diketahui siapa pendiri agama Hindu tersebut secara pasti dan jelas. Demikian juga sebagian besar kitab sucinya, para pengarangnya tidak diketahui secara tegas. Agama Hindu terbentuk, demikian juga kitab-kitab sucinya tertulis dan terbukukan setelah melewati rentang waktu dan sejarah yang panjang.[4]
Di India, agama Hindu sering disebut dengan nama Sanata Dharma, yang berarti agama yang kekal, atau Waidika Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda. Menurut para sarjana, agama tersebut terbentuk dari campuran agama India asli dengan agama atau kepercayaan bangsa Arya.[5]
Sebelum kedatangan bangsa Arya, di India telah lama hidup bangsa-bangsa Dravida yang telah mencapai suatu tingkat peradaban yang tinggi, sebagaimana dibuktikan oleh penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap wilayah Lembah Indus. Peradaban lembah ini dalam satu segi juga menunjukkan gambaran keagamaan yang ada pada waktu itu, yang tetap dapat dilacak dalam agama Hindu sekarang ini.
Bangsa Arya yang datang dari Kaukasia dan menaklukkan semenanjung India pada abad ke-15 SM, dipercaya sebagi pendiri agama Hindu. Kepercayaan dan agama yang dibawa bangsa penakluk (Arya) itu tidak serta merta menghapuskan kepercayaan penduduk India setempat (asli), tetapi silih berasimilasi, berpadu, bercampur, dan memengaruhi satu sama lainnya. Di paruh abad ke-8 SM, agam Hindu berkembang di tangan para pendeta Brahmana. Orang-orang Hindu percaya bahwa dalam diri Brahma terdapat pancaran unsur-unsur ketuhanan.[6]
Secara garis besar perkembangan agama Hindu dapat dibedakan menjadi tiga tahap yaitu:[7]             Tahapan pertama sering disebut dengan zaman Weda, yang dimulai dengan masuknya bangsa Arya di Punjab hingga munculnya agama Hindu. Pada masa ini dikenal adanya tiga periodeagama yang disebut dengan periode tiga agama penting. Ketiga periode ini adalah periode ketika bangsa Arya masih berada di daerah Punjab (1500-1000 SM). agama dalam periode pertama lebih dikenal dengan agama WedaKuno atau agama Weda Samhita. Periode kedua ditandai oleh munculnya agama Brahmana, dimana para pendeta sangat berkuasa dan terjadi banyak sekali perubahan dalam hidup keagaman (1000-750 SM). Perubahan tersebut lebih bersifar dari dalam agama Weda sendiri disbanding perubahan karena penyesuaian agama Weda dengan kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari luar. Agama Weda pada periode kedua ini lebih dikenal dengan nama agama Brahmana. Periode ketiga ditandai oleh munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan ketika bangsa Arya menjadi pusat peradaban sekitar sungai Gangga (750-500 SM). Agama Weda periode ini dikenal dengan agama Upanishad.
Tahapan kedua adalah tahapan atau zaman agama Buddha, yang mempunyai corak yang sangat lain dari agama Weda. Zaman agama Buddha ini diperkirakan berlangsung antara 500 SM - 300 M.
Tahapan ketiga adalah apa yang dikenal sebagai zaman agama Hindu, berlangsung sejak 300 M. hingga sekarang.
Tujuan agama adalah moksa artham jagadhitaya ca iti Dharmah, yang berarti untuk mendapatkan moksa dan jagadhita, untuk kesejahteraan jasmani dan rohani. Jasmani penting karena jasmani adalah alat untuk mendapatkan dharma, artha, kama, dan moksa. Moksa adalah lepas  bebas dari segala ikatan dunia, lepas dari karma dan lepas dari samsara. Ada empat macam jalan kelepasan, yaitu jnanayoga (jalan pengetahuan), bhaktiyoga (jalan bakti  dan taat kepada tuhan), karmayoga (jalan beramal dan ikhlas), dan rajayoga (jalan semadi).[8]
Agama Hindu kembali memasuki babak perkembangannya pada abad ke-3 SM, yaitu dengan berkembangnya undang-undang Manoucastr. [9]


B.     Kepercayaan Agama Hindu

Banyak orang merasa kagum sekaligus heran dengan konsep ketuhanan yang dimiliki agama Hindu, yaitu politeisme. Sejarawan ternama Will Durant dalam karya besarnya, The Story of Civilization, mengemukakan konsep ketuhanan agama Hindu. Durant mengatakan bahwa para tuhan yang demikian banyak tampak memenuhi dan menyesaki kuburan orang-orang besar di India.
Sebagian dewa mereka adalah benda-benda langit, semisal matahari, bulan, dan setengahnya adalah hewan ternak atau burung-burung. Gajah misalnya, dalam agama Hindu menjadi dewa bernama Ganesa. Mereka menganggapnya sebagai putra dari Dewa Shiva (Siwa). Dalam diri Ganesa, terjadi peleburan sifat antara hewan dan manusia. Begitu juga kera dan kobra sebagai dewa sumber petaka. Dalam sosok kobra misalnya, terdapat tabiat ketuhanan, yaitu dapat mematukkan racun ketubuh makhluk dan menjadikannya mati seketika. Dalam hal ini, Dewa Kobra dinamakan juga Naja. Dalam tradisi orang-orang India, ular kobra memiliki kedudukan yang sangat sakral. Di beberapa pelosok negeri India, setiap tahunnya orang-orang banyak mengadakan perayaan khusus untuk memuliakan ular kobra. Mereka menyuguhkan berbagai sesaji, seperti susus, pisang, dan lain-lain untuk Naja yang diletakkan di pintu masuk sarang mereka. Begitu juga di kuil-kuil Hindu di India, demikian banyak prosesi ritual pemuliaan terhadap ular kobra.[10]

Namun demikian, banyaknya dewa yang diyakini oleh orang-orang Hindu semuanya berporos pada trimurti, yaitu:[11]
1.      Dewa Brahma
Disebut juga dengan Sang Hyang Widhi atau dalam bahasa sansekerta India disebut dengan Utpathi yang berarti Sang Pencipta.
Dewa Brahma melambangkan aspek dari kenyataan Mutlak (Brahman dalam Upanisad) yang bertanggung jawab untuk penciptaan jagad raya. Brahma adalah anggota pertama dari Trimurti Hindu yang juga termasuk didalamnya dewa Wisnu dan dewa Siwa,.[12]

2.      Dewa Wisnu
Dipercaya oleh orang-orang Hindu sebagai Dewa Pemelihara alam raya. Dalam bahada mereka Dewa Wisnu disebut juga dengan nama Sthiti. Umat Hindu menggambarkan jika Wisnu dapat menjelma dalam sosok manusia yang menebar kebaikan, juga memberi pertolongan kepada segenap makhluk, bahkan turut membantu tugas dewa-dewi yang lain. Sosok seperti demikian dapat ditemukan dalam diri Rama dan Kresna. Dalam tradisi pemujaan umat Hindu, Wisnu adalah sososk yang sangat disakralkan dan istimewa.
Dewa Wisnu melambangkan aspek kenyataan yang mutlak (Brahman dalam Upanisad) yang memelihara dan menjaga semua benda dan makhluk didunia. Walaupun terdapat beberapa variasi ada patung atau gambar dari Dewa Wisnu, ia secara umum dilambangkan dalam tubuh manusia dengan empat tangan. Ditangannya ia digambarkan memegang kerang. Ia memakai mahkota, dua anting-anting, sebuah kalungan bunga (mala), pada lehernya. Ia memiliki tubuh yang biru dan memakai pakaian yang kuning. Sang Dewa digambarkan berdiri diatas naga yang berkepala seribu (yang bernama naga Sesa). Ular itu berdiri dengan kepala di atas kepala sang Dewa.[13]
3.      Dewa Siwa (Shiva)
Adalah Dewa Pelebur segala sesuatu yang sudah using. Dia bias menghancurkan dunia. Tugasnya adalah kebalikan dari Dewa Wisnu. Dalam bahasa Sansekerta India, Shiva disebut juga dengan nama Sang Kan Paean.
Dewa Siwa melambangkan aspek dari kenyataan yang Mutlak (Brahman dalam Upanisad) yang secara terus menerus menciptakan kembali, dalam siklus proses penciptaan, pemeliharaan dan peleburan dan penciptaan kembali. Dewa Siwa menghilangkan kejahatan, menganugerahkan anugrah, memberikan berkah, menghancurkan ketidakperdulian, dan membangkitkan kebijaksanaan pada pemujanya. Karena tugas dari Dewa Siwa sangat banyak. Dewa Siwa tidak dapat dilambangkan dalam satu bentuk. Untuk itu patung Siwa sangat beragam dalam bentuknya.[14]
Tidak mengherankan jika penganut agama Hindu terbanyak berpusat di anak Benua India, tempat agama tersebut berkembang. Seiring bergulir waktu, agama Hindu menyebar ke wilayah-wilayah di sekitar India, semisal Nepal dan Indonesia, khususnya Bali. Bahkan, agama tersebut perlahan meluas ke Negara-negara yang letak geografisnya jauh dari India, seperti Afrika Selatan (terdapat 1,2 juta umat Hindu), Inggris (1,2 juta), Kanada (0,7 juta), Belanda (0,4 juta), Suriname (0,2 juta), Guyana (0,4 juta), dan juga di Amerika Latin.[15]

C.    Keyakinan Umat Hindu

Umat Hindu memiliki keyakinan tentang siklus kehidupa manusia yang tiada henti. Mereka meyakini bahwa arwah manusia tercipta dari bagian dewa yang kekal untuk kemudian “hinggap” dan bersemayam pada jasad manusia yang fana. Umat Hindu tidaklah mengimani adanya surge dan neraka seperti yang diyakini umat Islam, misalnya. Namun, mereka mengimani adanya bentuk ganjaran lain selain surge dan neraka bagi orang-orang yang berbuat baik dan buruk. Mereka beragumen, “Sebenarnya, ketika seseorang yang baik itu mati, maka yang mati hanyalah jasadnya, sementara arwahnya tetap hidup kekal. Sebab, arwah adalah bagian dari Dzat Tuhan. Arwah orang baik akan menyusup dan bersemayam pada jasad orang baik lainnya. Keyakinan ini disebut dengan reinkarnasi.[16]


D.    Kasta dalam Agama Hindu

Asal mula kasta-kasta ini tidaklah jelas. Di dalam kitab Rg-Weda disebutkan, bahwa kasta-kasta itu timbul dari anggota tubuh Purusa, pencipta dunia. Menurut para ahli bangsa Arya sebelum masuk, India sudah mengenal kasta, yaitu golongan imam, prajurit, dan pekerja. Kemudian sesudah bangsa Arya memperkenankan bangsa pribumi India masuk kedalamnya, terbentuklah golongan Sudra. Hal ini dikuatkan oleh kenyataan, bahwa bangsa Iran juga sudah mengenal dua kasta turun-temurun, yaitu golongan imam dan golongan prajurit.[17]
Masyarakat Hindu memiliki lima strata atau lebih dikenal dengan nama kasta. Namun, pada tahun 1950 M pemerintah India secara resmi menghapus kasta terakhir. Kasta-kasta tersebut adalah sebagai berikut[18]:
-          Kasta Brahma (kelas putih) terdiri dari kalangan pendeta dan pemuka agama Hindu,
-          Kasta Ksatria (kelas merah) terdiri dari penguasa dan tentara,
-          Kasta Waisya (kelas kuning) terdiri dari kalangan petani dan pedagang,
-          Kasta Sudra (kelas hitam) terdiri dari para pengrajin, dan
-          Kasta Paria terdiri dari kelompok yang dipandang rendah dari perspektif agama Hindu, seperti penggali kubur, petugas kebersihan, dan semacamnya.
Kasta Paria merupakan salah satu kasta yang tidak boleh didekati atau disentuh. E.A. Gait mengatakan bahwa pada mulanya bangsa Arya tidak suka akan perkawinan campur antar suku, tidak suka makan bersama dengan suku yang lebih rendah apalagi dengan orang yang berkulit hitam. Akan tetapi, akibat peperangan beberapa suku kekurangan istri sehingga terpaksa kawin dengan orang-orang pribumi. Jelas bahwa anak-anak mereka ini akan dianggap lebih rendah status sosial mereka. Demikianlah keturunan kedua telah menimbulkan kelas antara bangsa Arya asli dan bangsa pribumi, yaitu orang-orang yang berdarah campuran. Perkembangan seperti ini kemudian menimbulkan adanya empat macam kasta dalam agama Hindu.[19]

E.     Kitab Suci Agama Hindu

Agama Hindu memiliki banyak kitab suci yang terbilang sulit dipahami karena bahasanya yang asing. Beberapa kitab ditulis sebagai penjelas kitab-kitab tersebut, dan sebagian lain sebagai peringkas. Semua kitab dan buku itu terbilang suci dalam tradisi agama Hindu.[20]

1.      Weda (Veda)[21]
Merupakan kitab cusi tertua agama Hindu, Weda berasal dari bahasa sansekerta yang bermakna hikmah dan pengetahuan. Didalamnya, digambarkan kehidupan bangsa Arya juga babak peralihan kehidupan akal dari berpikir sederhana menuju berpikir filosofis. Kitab tersebut juga memuat doa-doa, tahapan ritual yang akhirnya menghantarkan manusia pada derajat panteisme, yaitu bersatunya manusia dengan Tuhan. Kitab Weda terbagi menjadi empat kitab (Catur Weda):

a.       Regweda. Kitab ini dipercaya muncul pada tahun 3000 SM. Dalm kitab ini diterangkan beberapa dewa, seperti Bayu (Dewa Angin), Baruna (Dewa
Pelindung), Surya (Dewa Matahari), Agni (Dewa Api), dan Soma (Dewa Bulan).
b.      Ayurweda. Kitab ini dibaca oleh para biarawan saat persembahan.
c.       Samaweda. Kitab yang berisi lagu pujian dalam doa dan permohonan.
d.      Atharweda. Kitab ini memuat beberapa tulisan dan ungkapan magis untuk menolak sihir, ilusi, takhayul, mitos, dan setan.
Masing-masing Catur Weda mencakup bagian-bagian berikut:

Samhita memuat tentang penjelasan doktrin agama dan kumpulan doa-doa yang dirapalkan orang-orang India Kuno kepada dewa-dewa mereka sebelum datangnya bangsa Arya.

Brahmana memuat petunjuk penggunaan mantara dalam rangkaian upacara.

Aranyaka mengandung doa-doa yang dibacakan para pendeta saat dia berada di gua, hutan, sungai, atau tempat-tempat asing lainnya.

Upanisad berisi ungkapan-ungkapan kebenaran spiritual tertinggi dan berbagai anjuran mengenai cara untuk mencapai kebenaran itu.


F.     Naskah-naskah Suci: Purana dan Tantra

Sumber pokok kedua agama Hindu adalah naskah-naskah suci, yang terkenal diantaranya adalah Purana dan Tantra. Purana berjumlah delapan belas kitab dan sudah ada sejak abad ketiga. Perana merupakan kitab suci agama Hindu yang berisi ajaran dalam bentuk cerita dan perumpamaan-perumpamaan yang dimaksudkan untuk memudahkan penerapan dari pengertian tinggi dalam kehidupan sehari-hari umat awam. Isi pokok kitab Purana adalah mitologi dan dongeng-dongeng kuno yang hidup di kalangan para ksatria. Mengenai naskah Tantra ada anggapan bahwa naskah tersebut diberikan oleh dewa Siwa kepada umat Hindu untuk zaman Kali-yuga sekarang ini (satu Kalpa terbagi menjadi 1000 mahayuga dan setiap mahayuga terdiri dari empat juga, yaitu Krta-Yuga, Trta-Yuga, Duapara-Yuga, dan Kali-Yuga). Penyusunannya dilakukan oleh para Resi. Kitab ini penuh dengan ajaran-ajaran rahasia dan sulit dipahami maksudnya.[22]

G.    Konsep Ketuhanan

Beberapa konsep ketuhanan agama Hindu:[23]

1.      Monoteisme, tidak ada batasan yang jelas tentang konsep monoteisme dalam agama Hindu.
2.      Politeisme, mereka berpendapat bahwa setiap benda, baik bermanfaat maupun tidak memiliki dewa tersendiri yang mereka sembah, seperti Dewa Air, Udara, Sungai, dan Gunung. Seluruh dewa tersebut disembah oleh umat Hindu melalui berbagai macam ritual dan sajian.
3.      Trimurti, pada abad ke-9 SM, para pendeta Hindu sepakat ada tiga kekuatan Brahmana dalam menciptakan, memelihara, dan melebur alam beserta isinya:[24]
Dewa Brahma: Dewa Pencipta
Dewa Wisnu: Dewa Pemelihara
Dewa Siwa: Dewa Pelebur

Siapa aja yang menyembah salah satu dari tiga dewa diatas, maka dia telah menyembag semua dewa sekaligus. Hal ini karena ketiga dewa tersebut tidaklah ada perbedaan. Terkait konsep ini, konsep ketuhanan agama Hindu memberikan pengaruh kuat kepada konsep ketuhanan agama Nasrani, dalam hal ini konsep trinitas. Orang-orang Hindu sangat menyakralkan sapid an hewan-hewan lainnya, seperti kobra dank era. Namun, sapi adalah hewan paling sacral dai semuanya. Patung-patung sapi akan banyak ditemukan disetiap kuil, rumah, dan pusat keramaian. Keberadaan sapi sangatlah dijaga. Hewan tersebut tidak boleh disembelih dan disakiti. Jika seekor sapi mati, maka ia harus dikuburkan dengan tata cara tertentu. Umat Hindu juga meyakini bahwa sosok dewa mereka telah lebur dalam sosok diri seorang manusia, yaitu Krishna.pada diri Krishna, telah terjadi persemaian dan peleburan antara sisi ketuhanan dan sisi kemanusiaan. Umat Hindu memandang Krishna dengan konsep demikian, sebagaimana umat Nasrani memandang sosok Almasih.[25]

H.    Sekte-Sekte Dalam Agama Hindu

a.      Sekte Bhakti
Sekitar tahun 600 SM. Muncul beberapa kecenderungan yang kemudian dikenal sebagai sekte Bhakti, yang menekankan pengertian “pemujaan”, pelayan atau kebaktian yang mencakup pengertian percaya, taat dan berserah diri kepada dewa. Pemujaan dan kebaktian kepada dewa itu di nyatakan dalam puja yang perwujudannya kadang-kadang dinyatakan dengan mempersembahkan berbagai macam buah-buahan dan bunga-bungaan kepada para dewa disertai dengan penyelenggaraan upacara mengitari kuil-kuil tertentu. Puja dan Bhakti tersebut dilakukan dengan hidmat dan dengan badan sikap tertentu, seperti sikap merebahkan dan meniarapkan diri didekat patung yang terdapat dalam kuil atau tempat-tempat yang dianggap suci lainnya sambil mengucapkan beberapa doa.[26]

b.      Sekte Wisnu
Sekte Bhakti juga terkait dengan sekte-sekte yang lain. Di kalangan umat Hindu ortodoks, yang kadang-kadang juga disebut Sanatan Dharmis, masih ada lagi tiga buah sekte yang ada hubungannya dengan dewa yang paling mereka utamakan. Sekte wisnu merupakan suatu aliran yang menekankan pemujaan kepada Wisnu, istrinya dan avatarnya. Pemujaan ini biasanya mengutamakan tafsiran teistik pada Wedanta, di antaranya oleh Visnusvamin (abad ke-13), Vattabhacarya (1479-1531), dan Nimbaska (abad ke-12).
Sekte Wisnu atau “Vaicnava” mementingkan ektase dan kasing saying terhadap Krishna dan Radha. Para pengikutnya sering digolongkan pada Sri Vainawa yang kemudian masih terbagi lagi menjadi dua aliran, yaitu Tenkalai dan Vadakalai yang perbedaannya terletak pada persoalan “anugerah dan rahmat tuhan.” Kitab yang sangat terkenal adalah dalam sekte ini ialah Bhagavadgita Purana dan Gitagovinda. Tokohnya yang terkenal adalah Ramanuja, seorang Brahmana asal India Selatan. Ia berusaha untuk mempersatukan agama Wisnu.[27]

c.       Sekte Siwa
Sekte ini lebih tua dari sekte Wisnu. Di sini Siwa dianggap sebagai dewa tertinggi, sementara Brahma dan Wisnu dianggap sebagai penjelmaan dari Siwa. Istri Siwa atau saktinya adalah Uma dan Parvati. Siwa dipuja sebagi dewa tertinggi dengan nama Mahadewa atau Mahesvara, dengan saktinya Mahadevi dan Mahesvari. Siwa juga disembah sebagai guru oleh para Resi dan para Yogin (pertapa). Karena itu ia disebut sebagai Mahaguru atau Mahayogi. Sebagai penghancur atau perusak, Siwa mendapat sebutan Mahakala, dan saktinya Kali atau Durga. Bentuk Siwa yang sangat menakutkan adalah Bhairava dengan saktinya Candika (yang mahabengis, ganas). Sebagai dewa tertinggi, Siwa merupakan sumber kebahagiaan dan segala kebaikan yang menciptakan alam semesta dengan gerak tariannya dan berkali-kali menyelamatkan manusia.[28]

d.      Sekte Sakti
Sebenarnya aliran ini masih dapat dimasukkan sebagai bagian dari aliran Siwa, tetapi karena yang disembah dan dipuja bukan lag iSiwa melainkan Sktinya dalam bentuk Durga, dank arena lebih luas dan lebih mendalam, maka lebih tepat kalau dianggap sebagai salah satu aliran keagamaan tersendiri dalam agama Hindu. Sakti adalah kekuatan, prinsip aktif yang menyebabkan Siwa mampu tercipta. Tanpa sakti tersebut Siwa tidak akan dapat berbuat apa-apa karena Siwa adalah prinsip pasif. Karena itu Sakti lebih penting daripada Siwa sendiri. Segala sesuatu terjadi karena bersatunya prinsip pasif dengan prinsip aktif, yaitu persatuan Siwa dengan saktinya, Durga.[29]

e.       Sekte Tantra
Sebenarnya sekte ini dapat dimasukkan sebagai bagian dari sekte Sakti, tetapi karena beberapa pertimbangan dianggap sebagi salah satu sekte sendiri dalam agama Hindu. Aliran ini disebut juga Tantrayana karena mendasarkan diri pada kitab-kitab Tantra. Sekte Tantra merupakan perpaduan yang sinkretistikdari berbagai macam kepercayaan, termasuk kepercayaan primitif di India. Aliran ini juga terdapat dalam agama Buddha, sementara dalam agama Hindu terdapat dalma kalangan para pemuja Siwa.[30]

Menurut Tantrayana, makrokosmos (jagad atau alam semesta) identic dengan mikrokosmos (manusia) dan segala sesuatu merupakan perwujudan tertentu dari “Sang Hyang Para”, yaitu Siwa. Kesempurnaan tertinggi (moksa) tercapai dalam persatuan antara manusi dan Siwa. Jalan untuk mencapainya adalah melalui mantra, semadhi, dan mudra (sikap tangan tertentu). Perlambang situasi tertentu yang disebut Yantra. Mantra-mantra digunakan karena mempunyai unsur sat (realitas) dan Sabda (kta-kata atau ungkapan) yang memiliki kekuatan magis yang tinggi. Mantra yang merupakan perwujudan dari Sakti dan Siwa, yang disebut bija, juga banyak perananya dalam pencapaian kesempurnaan tertinggi ini. Sekte ini mementingkan peranan dalam pecapaian kesempurnaan tertinggi ini. Sekte ini mementingkan peranan guru spiritual yang akan membimbing murid-muridnya karena ajaran-ajarannya bersifat rahasia.[31]















DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta 1971.
Honig Jr. A.G.. Ilmu Agama, I, (terj.). Jakarta 1966.
Ali, Mukti. Agama-agama di Dunia. Yogyakarta 1988.
Pandit, Bansi. Pemikiran Hindu “Pokok-Pokok Pikiran Agama Hindu dan Filsafatnya. Surabaya 2005.
Roham, Abujamin. Ensiklopedi Lintas Agama. Jakarta 2009.
Al-Maghlouth, Sami bin Abdullah. Atlas Agama-Agama. Jakarta 2012.














[1] H.A. Mukti Ali, Agama-agama Dunia, (Yogyakarta: 1988, hlm.55).
[2] Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-agama, (Penerbit: Jakarta, Cet.1 2011, Cet.2 2012, hlm.483).
[3] Atlas Agama-agama, hlm. 492.
[4] Atlas Agama-agama, hlm. 483.
[5] H.A. Mukti Ali, Agama-agama Dunia, (Yogyakarta: 1988, hlm. 93).
[6] Atlas Agama-agama, hlm. 483.
[7] Agama-agama Dunia, hlm. 94.
[8] Agama-agama Dunia, hlm. 99
[9] Atlas Agama-agama, hlm. 483.
[10] Atlas Agama-agama, hlm. 484.
[11] Tiga kekuatan Brahmana (sebutan Tuhan dalam agama Hindu) dalam menciptakan, memelihara, dan melebur alam beserta isisnya. [ed].
[12] Bansi Pandit,Pemikiran Hindu, pokok-pokok agama hindu dan filsafatnya,(penerbit: PARAMITA Surabaya 2005), hlm. 200.
[13] Pemikiran Hindu, pokok-pokok agama hindu dan filsafatnya, hlm. 203.
[14] Pemikiran Hindu, pokok-pokok agama hindu dan filsafatnya, hlm. 207
[15] Atlas Agama-agama, hlm. 486.
[16] Atlas Agama-agama, hlm. 489.
[17] Dr. Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Penerbit: Jakarta, Cet. 13 2003), hlm:22
[18] Atlas Agama-agama, hlm. 490.
[19] Agama-agama Dunia, hlm. 70-71.
[20] Atlas Agama-agama, hlm. 496.
[21] Adalah sebuah kitab yang bertuliskan dalam bahasa sansekertadan  ukan milik India asli, tapi milik bangsa Arya yang mulanya turun ke lembah India +1500 SM. Selanjutnya lihat, AbuJamin Roham “Ensiklopedia Lintas Agama” (penerbit: Jakarta Cet.1 2009) hlm. 721.
[22] Agama-agama Dunia, hlm. 58.
[23] Atlas Agama-agama, hlm. 497.
[24] Al-mausu’ah al-Muyassarah di al-adyan wa al-Madzahib wa al-Ahzab al-Mu’ashirah, jilid II, hlm. 734-736
[25] Atlas Agama-agama, hlm. 497.
[26] Agama-agama Dunia, hlm. 76.
[27] Agama-agama Dunia, hlm. 81.
[28] Agama-agama Dunia, hlm. 83.
[29] Agama-agama Dunia, hlm. 85.
[30] Agama-agama Dunia, hlm. 86.
[31] Agama-agama Dunia, hlm. 87.

Puasa Enam Hari Syawal Bolehkah berpuasa Syawal sebelum mengqhada’ puasa Ramadhan? Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari, Nabi Saw. ber...