Agama-Agama Dunia
Agama Hindu
Dosen Pengampu: Siti Nadroh, M.Ag
Disusun Oleh:
Nurul Hasanah: 11150340000011
JURUSAN ILMU Al-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
India adalah negeri yang serba ganda: ganda dalam suku bangsa,
budaya, soal kepercayaan, dan agama. Karena keserbagandaan ini maka mempelajari
agama Hindu terasa mengalami kesulitan. Subjeknya sangat luas dan mencakup
suatu kesejarahan yang sangat panjang, apalagi agama tersebut memiliki ajaran
yang tak terbatas. Akan tetapi dengan usaha penelusuran, dan mencoba
memandangnya secara berhati-hati, dalam kesempatan ini akan diusahakan
melihatnya dalam suatu bentuk yang dirasa utuh.[1]
Pada materi ini akan dibahas tentang agama Hindu. Agama Hindu
adalah agama pangan yang dianut oleh penduduk India. Agama ini telah melewati
perjalanan sangat panjang yang bermula dari abad ke-15 SM hingga sekarang. Bias
jadi, agama Hindu adalah agama paling tua yang tersisa hingga saat ini.
Sejatinya,Hindu merupakan sebuah agama yang memadukan nilai-nilai rohani dan
etika. Selain itu, agama ini pun memiliki konsep politeisme, yaitu bertuhan
banyak. Setiap tuhan dalam agama Hindu memiliki kinerja dan tugasnya
masing-masing. Umat Hindu juga meyakini setiap tempat, perbuatan, dan fenomena
memiliki Tuhan.[2]
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………...….2
BAB
II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….3
A.
Sejarah
Perkembangan Agama Hindu……………………………………………………..3
B.
Kepercayaan
Agama Hindu………………………………………………………………..5
C.
Keyakinan
Umat Hindu…………………………………………………………………...7
D.
Kasta-Kasta
Dalam Agama Hindu………………………………………………………...8
E.
Kitab
Suci Agama Hindu………………………………………………………………….9
F.
Naskah-Naskah
Suci: Purana dan Tantra………………………………………………...10
G.
Konsep
Ketuhanan…………………...…………………………………………………..11
H.
Sekte-Sekte
dalam Agama Hindu………………………………………………………..12
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………………13
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Agama Hindu
Sebelum masuk ke sejarah agama Hindu
kita perlu memerhatihan asal mula agama Hindu. Sebenarnya tidak ada yang tahu
asal mula agama Hindu. Hal ini karena sejarah agama Hindu tersebut telah ada
sebelum masa penulisan sejarah berkembang. Agama Hindu diyakini terentuk dari
beberapa keyakinan. Yakni keyakinan bangsa Arya yang pindah dari Eropa yang di
dasarkan pada mitologi Norwegia dan Yunani, juga keyakinan bangsa Dravida dan
bangsa Harappa (peradaban lembah Sungai Indus).[3]
Dalam sejarah agama Hindu, tidak
diketahui siapa pendiri agama Hindu tersebut secara pasti dan jelas. Demikian
juga sebagian besar kitab sucinya, para pengarangnya tidak diketahui secara
tegas. Agama Hindu terbentuk, demikian juga kitab-kitab sucinya tertulis dan
terbukukan setelah melewati rentang waktu dan sejarah yang panjang.[4]
Di India, agama Hindu sering disebut
dengan nama Sanata Dharma, yang berarti agama yang kekal, atau Waidika
Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda. Menurut para
sarjana, agama tersebut terbentuk dari campuran agama India asli dengan agama
atau kepercayaan bangsa Arya.[5]
Sebelum kedatangan bangsa Arya, di
India telah lama hidup bangsa-bangsa Dravida yang telah mencapai suatu tingkat
peradaban yang tinggi, sebagaimana dibuktikan oleh penelitian-penelitian yang
dilakukan terhadap wilayah Lembah Indus. Peradaban lembah ini dalam satu segi
juga menunjukkan gambaran keagamaan yang ada pada waktu itu, yang tetap dapat
dilacak dalam agama Hindu sekarang ini.
Bangsa Arya yang datang dari Kaukasia
dan menaklukkan semenanjung India pada abad ke-15 SM, dipercaya sebagi pendiri
agama Hindu. Kepercayaan dan agama yang dibawa bangsa penakluk (Arya) itu tidak
serta merta menghapuskan kepercayaan penduduk India setempat (asli), tetapi
silih berasimilasi, berpadu, bercampur, dan memengaruhi satu sama lainnya. Di
paruh abad ke-8 SM, agam Hindu berkembang di tangan para pendeta Brahmana.
Orang-orang Hindu percaya bahwa dalam diri Brahma terdapat pancaran unsur-unsur
ketuhanan.[6]
Secara garis besar perkembangan agama Hindu dapat dibedakan menjadi
tiga tahap yaitu:[7]
Tahapan pertama sering
disebut dengan zaman Weda, yang dimulai dengan masuknya bangsa Arya di
Punjab hingga munculnya agama Hindu. Pada masa ini dikenal adanya tiga
periodeagama yang disebut dengan periode tiga agama penting. Ketiga periode ini
adalah periode ketika bangsa Arya masih berada di daerah Punjab (1500-1000 SM).
agama dalam periode pertama lebih dikenal dengan agama WedaKuno atau agama Weda
Samhita. Periode kedua ditandai oleh munculnya agama Brahmana, dimana para
pendeta sangat berkuasa dan terjadi banyak sekali perubahan dalam hidup
keagaman (1000-750 SM). Perubahan tersebut lebih bersifar dari dalam agama Weda
sendiri disbanding perubahan karena penyesuaian agama Weda dengan
kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari luar. Agama Weda pada periode kedua
ini lebih dikenal dengan nama agama Brahmana. Periode ketiga ditandai oleh
munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan ketika bangsa Arya menjadi pusat
peradaban sekitar sungai Gangga (750-500 SM). Agama Weda periode ini dikenal
dengan agama Upanishad.
Tahapan kedua adalah tahapan atau zaman agama Buddha, yang mempunyai
corak yang sangat lain dari agama Weda. Zaman agama Buddha ini diperkirakan
berlangsung antara 500 SM - 300 M.
Tahapan ketiga adalah apa yang dikenal sebagai zaman agama Hindu, berlangsung
sejak 300 M. hingga sekarang.
Tujuan agama adalah moksa artham
jagadhitaya ca iti Dharmah, yang berarti untuk mendapatkan moksa dan
jagadhita, untuk kesejahteraan jasmani dan rohani. Jasmani penting karena
jasmani adalah alat untuk mendapatkan dharma, artha, kama, dan moksa.
Moksa adalah lepas bebas dari segala
ikatan dunia, lepas dari karma dan lepas dari samsara. Ada empat macam jalan
kelepasan, yaitu jnanayoga (jalan pengetahuan), bhaktiyoga (jalan
bakti dan taat kepada tuhan), karmayoga
(jalan beramal dan ikhlas), dan rajayoga (jalan semadi).[8]
Agama Hindu kembali memasuki babak
perkembangannya pada abad ke-3 SM, yaitu dengan berkembangnya undang-undang Manoucastr.
[9]
B.
Kepercayaan Agama Hindu
Banyak orang merasa kagum sekaligus
heran dengan konsep ketuhanan yang dimiliki agama Hindu, yaitu politeisme.
Sejarawan ternama Will Durant dalam karya besarnya, The Story of
Civilization, mengemukakan konsep ketuhanan agama Hindu. Durant mengatakan
bahwa para tuhan yang demikian banyak tampak memenuhi dan menyesaki kuburan
orang-orang besar di India.
Sebagian dewa mereka adalah benda-benda
langit, semisal matahari, bulan, dan setengahnya adalah hewan ternak atau
burung-burung. Gajah misalnya, dalam agama Hindu menjadi dewa bernama Ganesa.
Mereka menganggapnya sebagai putra dari Dewa Shiva (Siwa). Dalam diri Ganesa,
terjadi peleburan sifat antara hewan dan manusia. Begitu juga kera dan kobra
sebagai dewa sumber petaka. Dalam sosok kobra misalnya, terdapat tabiat
ketuhanan, yaitu dapat mematukkan racun ketubuh makhluk dan menjadikannya mati
seketika. Dalam hal ini, Dewa Kobra dinamakan juga Naja. Dalam tradisi
orang-orang India, ular kobra memiliki kedudukan yang sangat sakral. Di
beberapa pelosok negeri India, setiap tahunnya orang-orang banyak mengadakan
perayaan khusus untuk memuliakan ular kobra. Mereka menyuguhkan berbagai
sesaji, seperti susus, pisang, dan lain-lain untuk Naja yang diletakkan di
pintu masuk sarang mereka. Begitu juga di kuil-kuil Hindu di India, demikian
banyak prosesi ritual pemuliaan terhadap ular kobra.[10]
Namun demikian, banyaknya dewa yang
diyakini oleh orang-orang Hindu semuanya berporos pada trimurti, yaitu:[11]
1.
Dewa
Brahma
Disebut juga dengan Sang Hyang Widhi atau dalam bahasa sansekerta
India disebut dengan Utpathi yang berarti Sang Pencipta.
Dewa Brahma melambangkan aspek dari kenyataan Mutlak (Brahman dalam
Upanisad) yang bertanggung jawab untuk penciptaan jagad raya. Brahma adalah
anggota pertama dari Trimurti Hindu yang juga termasuk didalamnya dewa Wisnu
dan dewa Siwa,.[12]
2.
Dewa
Wisnu
Dipercaya oleh orang-orang Hindu sebagai Dewa Pemelihara alam raya.
Dalam bahada mereka Dewa Wisnu disebut juga dengan nama Sthiti. Umat Hindu
menggambarkan jika Wisnu dapat menjelma dalam sosok manusia yang menebar
kebaikan, juga memberi pertolongan kepada segenap makhluk, bahkan turut
membantu tugas dewa-dewi yang lain. Sosok seperti demikian dapat ditemukan
dalam diri Rama dan Kresna. Dalam tradisi pemujaan umat Hindu, Wisnu adalah
sososk yang sangat disakralkan dan istimewa.
Dewa Wisnu melambangkan aspek kenyataan yang mutlak (Brahman dalam
Upanisad) yang memelihara dan menjaga semua benda dan makhluk didunia. Walaupun
terdapat beberapa variasi ada patung atau gambar dari Dewa Wisnu, ia secara
umum dilambangkan dalam tubuh manusia dengan empat tangan. Ditangannya ia
digambarkan memegang kerang. Ia memakai mahkota, dua anting-anting, sebuah
kalungan bunga (mala), pada lehernya. Ia memiliki tubuh yang biru dan
memakai pakaian yang kuning. Sang Dewa digambarkan berdiri diatas naga yang
berkepala seribu (yang bernama naga Sesa). Ular itu berdiri dengan kepala di
atas kepala sang Dewa.[13]
3.
Dewa
Siwa (Shiva)
Adalah Dewa Pelebur segala sesuatu yang sudah using. Dia bias
menghancurkan dunia. Tugasnya adalah kebalikan dari Dewa Wisnu. Dalam bahasa
Sansekerta India, Shiva disebut juga dengan nama Sang Kan Paean.
Dewa
Siwa melambangkan aspek dari kenyataan yang Mutlak (Brahman dalam Upanisad)
yang secara terus menerus menciptakan kembali, dalam siklus proses penciptaan,
pemeliharaan dan peleburan dan penciptaan kembali. Dewa Siwa menghilangkan
kejahatan, menganugerahkan anugrah, memberikan berkah, menghancurkan
ketidakperdulian, dan membangkitkan kebijaksanaan pada pemujanya. Karena tugas
dari Dewa Siwa sangat banyak. Dewa Siwa tidak dapat dilambangkan dalam satu
bentuk. Untuk itu patung Siwa sangat beragam dalam bentuknya.[14]
Tidak mengherankan jika penganut
agama Hindu terbanyak berpusat di anak Benua India, tempat agama tersebut
berkembang. Seiring bergulir waktu, agama Hindu menyebar ke wilayah-wilayah di
sekitar India, semisal Nepal dan Indonesia, khususnya Bali. Bahkan, agama
tersebut perlahan meluas ke Negara-negara yang letak geografisnya jauh dari
India, seperti Afrika Selatan (terdapat 1,2 juta umat Hindu), Inggris (1,2
juta), Kanada (0,7 juta), Belanda (0,4 juta), Suriname (0,2 juta), Guyana (0,4
juta), dan juga di Amerika Latin.[15]
C.
Keyakinan Umat Hindu
Umat Hindu memiliki keyakinan
tentang siklus kehidupa manusia yang tiada henti. Mereka meyakini bahwa arwah
manusia tercipta dari bagian dewa yang kekal untuk kemudian “hinggap” dan
bersemayam pada jasad manusia yang fana. Umat Hindu tidaklah mengimani adanya
surge dan neraka seperti yang diyakini umat Islam, misalnya. Namun, mereka
mengimani adanya bentuk ganjaran lain selain surge dan neraka bagi orang-orang
yang berbuat baik dan buruk. Mereka beragumen, “Sebenarnya, ketika seseorang
yang baik itu mati, maka yang mati hanyalah jasadnya, sementara arwahnya tetap
hidup kekal. Sebab, arwah adalah bagian dari Dzat Tuhan. Arwah orang baik akan
menyusup dan bersemayam pada jasad orang baik lainnya. Keyakinan ini disebut
dengan reinkarnasi.[16]
D.
Kasta dalam Agama Hindu
Asal mula kasta-kasta ini tidaklah
jelas. Di dalam kitab Rg-Weda disebutkan, bahwa kasta-kasta itu timbul dari
anggota tubuh Purusa, pencipta dunia. Menurut para ahli bangsa Arya
sebelum masuk, India sudah mengenal kasta, yaitu golongan imam, prajurit, dan
pekerja. Kemudian sesudah bangsa Arya memperkenankan bangsa pribumi India masuk
kedalamnya, terbentuklah golongan Sudra. Hal ini dikuatkan oleh kenyataan,
bahwa bangsa Iran juga sudah mengenal dua kasta turun-temurun, yaitu golongan
imam dan golongan prajurit.[17]
Masyarakat Hindu memiliki lima
strata atau lebih dikenal dengan nama kasta. Namun, pada tahun 1950 M
pemerintah India secara resmi menghapus kasta terakhir. Kasta-kasta tersebut
adalah sebagai berikut[18]:
-
Kasta
Brahma (kelas putih) terdiri dari kalangan pendeta dan pemuka agama Hindu,
-
Kasta
Ksatria (kelas merah) terdiri dari penguasa dan tentara,
-
Kasta
Waisya (kelas kuning) terdiri dari kalangan petani dan pedagang,
-
Kasta
Sudra (kelas hitam) terdiri dari para pengrajin, dan
-
Kasta
Paria terdiri dari kelompok yang dipandang rendah dari perspektif agama Hindu,
seperti penggali kubur, petugas kebersihan, dan semacamnya.
Kasta Paria merupakan salah satu kasta yang tidak boleh didekati
atau disentuh. E.A. Gait mengatakan bahwa pada mulanya bangsa Arya tidak suka
akan perkawinan campur antar suku, tidak suka makan bersama dengan suku yang
lebih rendah apalagi dengan orang yang berkulit hitam. Akan tetapi, akibat
peperangan beberapa suku kekurangan istri sehingga terpaksa kawin dengan
orang-orang pribumi. Jelas bahwa anak-anak mereka ini akan dianggap lebih
rendah status sosial mereka. Demikianlah keturunan kedua telah menimbulkan
kelas antara bangsa Arya asli dan bangsa pribumi, yaitu orang-orang yang
berdarah campuran. Perkembangan seperti ini kemudian menimbulkan adanya empat
macam kasta dalam agama Hindu.[19]
E.
Kitab Suci Agama Hindu
Agama Hindu memiliki banyak kitab
suci yang terbilang sulit dipahami karena bahasanya yang asing. Beberapa kitab
ditulis sebagai penjelas kitab-kitab tersebut, dan sebagian lain sebagai
peringkas. Semua kitab dan buku itu terbilang suci dalam tradisi agama Hindu.[20]
1.
Weda (Veda)[21]
Merupakan
kitab cusi tertua agama Hindu, Weda berasal dari bahasa sansekerta yang
bermakna hikmah dan pengetahuan. Didalamnya, digambarkan kehidupan bangsa Arya
juga babak peralihan kehidupan akal dari berpikir sederhana menuju berpikir
filosofis. Kitab tersebut juga memuat doa-doa, tahapan ritual yang akhirnya
menghantarkan manusia pada derajat panteisme, yaitu bersatunya manusia dengan
Tuhan. Kitab Weda terbagi menjadi empat kitab (Catur Weda):
a.
Regweda. Kitab ini dipercaya muncul pada tahun 3000 SM. Dalm kitab ini
diterangkan beberapa dewa, seperti Bayu (Dewa Angin), Baruna (Dewa
Pelindung),
Surya (Dewa Matahari), Agni (Dewa Api), dan Soma (Dewa Bulan).
b.
Ayurweda. Kitab ini dibaca oleh para biarawan saat persembahan.
c.
Samaweda. Kitab yang berisi lagu pujian dalam doa dan permohonan.
d.
Atharweda. Kitab ini memuat beberapa tulisan dan ungkapan magis untuk
menolak sihir, ilusi, takhayul, mitos, dan setan.
Masing-masing
Catur Weda mencakup bagian-bagian berikut:
Samhita memuat tentang penjelasan doktrin agama dan kumpulan doa-doa yang
dirapalkan orang-orang India Kuno kepada dewa-dewa mereka sebelum datangnya
bangsa Arya.
Brahmana
memuat petunjuk penggunaan mantara dalam rangkaian upacara.
Aranyaka
mengandung doa-doa yang dibacakan para pendeta saat dia berada di
gua, hutan, sungai, atau tempat-tempat asing lainnya.
Upanisad
berisi ungkapan-ungkapan kebenaran spiritual tertinggi dan berbagai
anjuran mengenai cara untuk mencapai kebenaran itu.
F.
Naskah-naskah Suci: Purana dan Tantra
Sumber pokok kedua agama Hindu
adalah naskah-naskah suci, yang terkenal diantaranya adalah Purana dan Tantra.
Purana berjumlah delapan belas kitab dan sudah ada sejak abad ketiga. Perana
merupakan kitab suci agama Hindu yang berisi ajaran dalam bentuk cerita dan
perumpamaan-perumpamaan yang dimaksudkan untuk memudahkan penerapan dari
pengertian tinggi dalam kehidupan sehari-hari umat awam. Isi pokok kitab Purana
adalah mitologi dan dongeng-dongeng kuno yang hidup di kalangan para ksatria.
Mengenai naskah Tantra ada anggapan bahwa naskah tersebut diberikan oleh dewa
Siwa kepada umat Hindu untuk zaman Kali-yuga sekarang ini (satu Kalpa
terbagi menjadi 1000 mahayuga dan setiap mahayuga terdiri dari empat
juga, yaitu Krta-Yuga, Trta-Yuga, Duapara-Yuga, dan Kali-Yuga).
Penyusunannya dilakukan oleh para Resi. Kitab ini penuh dengan ajaran-ajaran
rahasia dan sulit dipahami maksudnya.[22]
G.
Konsep Ketuhanan
Beberapa konsep ketuhanan agama Hindu:[23]
1.
Monoteisme, tidak ada
batasan yang jelas tentang konsep monoteisme dalam agama Hindu.
2.
Politeisme, mereka
berpendapat bahwa setiap benda, baik bermanfaat maupun tidak memiliki dewa tersendiri
yang mereka sembah, seperti Dewa Air, Udara, Sungai, dan Gunung. Seluruh dewa
tersebut disembah oleh umat Hindu melalui berbagai macam ritual dan sajian.
3.
Trimurti, pada abad ke-9
SM, para pendeta Hindu sepakat ada tiga kekuatan Brahmana dalam menciptakan,
memelihara, dan melebur alam beserta isinya:[24]
Dewa
Brahma: Dewa Pencipta
Dewa
Wisnu: Dewa Pemelihara
Dewa
Siwa: Dewa Pelebur
Siapa
aja yang menyembah salah satu dari tiga dewa diatas, maka dia telah menyembag
semua dewa sekaligus. Hal ini karena ketiga dewa tersebut tidaklah ada
perbedaan. Terkait konsep ini, konsep ketuhanan agama Hindu memberikan pengaruh
kuat kepada konsep ketuhanan agama Nasrani, dalam hal ini konsep trinitas.
Orang-orang Hindu sangat menyakralkan sapid an hewan-hewan lainnya, seperti
kobra dank era. Namun, sapi adalah hewan paling sacral dai semuanya.
Patung-patung sapi akan banyak ditemukan disetiap kuil, rumah, dan pusat
keramaian. Keberadaan sapi sangatlah dijaga. Hewan tersebut tidak boleh
disembelih dan disakiti. Jika seekor sapi mati, maka ia harus dikuburkan dengan
tata cara tertentu. Umat Hindu juga meyakini bahwa sosok dewa mereka telah
lebur dalam sosok diri seorang manusia, yaitu Krishna.pada diri Krishna, telah
terjadi persemaian dan peleburan antara sisi ketuhanan dan sisi kemanusiaan.
Umat Hindu memandang Krishna dengan konsep demikian, sebagaimana umat Nasrani
memandang sosok Almasih.[25]
H.
Sekte-Sekte Dalam Agama Hindu
a.
Sekte Bhakti
Sekitar tahun
600 SM. Muncul beberapa kecenderungan yang kemudian dikenal sebagai sekte
Bhakti, yang menekankan pengertian “pemujaan”, pelayan atau kebaktian yang
mencakup pengertian percaya, taat dan berserah diri kepada dewa. Pemujaan dan
kebaktian kepada dewa itu di nyatakan dalam puja yang perwujudannya
kadang-kadang dinyatakan dengan mempersembahkan berbagai macam buah-buahan dan
bunga-bungaan kepada para dewa disertai dengan penyelenggaraan upacara
mengitari kuil-kuil tertentu. Puja dan Bhakti tersebut dilakukan dengan hidmat
dan dengan badan sikap tertentu, seperti sikap merebahkan dan meniarapkan diri
didekat patung yang terdapat dalam kuil atau tempat-tempat yang dianggap suci
lainnya sambil mengucapkan beberapa doa.[26]
b.
Sekte Wisnu
Sekte Bhakti
juga terkait dengan sekte-sekte yang lain. Di kalangan umat Hindu ortodoks,
yang kadang-kadang juga disebut Sanatan Dharmis, masih ada lagi tiga
buah sekte yang ada hubungannya dengan dewa yang paling mereka utamakan. Sekte
wisnu merupakan suatu aliran yang menekankan pemujaan kepada Wisnu, istrinya
dan avatarnya. Pemujaan ini biasanya mengutamakan tafsiran teistik pada Wedanta,
di antaranya oleh Visnusvamin (abad ke-13), Vattabhacarya (1479-1531),
dan Nimbaska (abad ke-12).
Sekte Wisnu
atau “Vaicnava” mementingkan ektase dan kasing saying terhadap Krishna dan
Radha. Para pengikutnya sering digolongkan pada Sri Vainawa yang kemudian masih
terbagi lagi menjadi dua aliran, yaitu Tenkalai dan Vadakalai yang perbedaannya
terletak pada persoalan “anugerah dan rahmat tuhan.” Kitab yang sangat terkenal
adalah dalam sekte ini ialah Bhagavadgita Purana dan Gitagovinda. Tokohnya yang
terkenal adalah Ramanuja, seorang Brahmana asal India Selatan. Ia
berusaha untuk mempersatukan agama Wisnu.[27]
c.
Sekte Siwa
Sekte ini lebih tua dari sekte
Wisnu. Di sini Siwa dianggap sebagai dewa tertinggi, sementara Brahma dan Wisnu
dianggap sebagai penjelmaan dari Siwa. Istri Siwa atau saktinya adalah Uma dan
Parvati. Siwa dipuja sebagi dewa tertinggi dengan nama Mahadewa atau
Mahesvara, dengan saktinya Mahadevi dan Mahesvari. Siwa
juga disembah sebagai guru oleh para Resi dan para Yogin (pertapa). Karena itu
ia disebut sebagai Mahaguru atau Mahayogi. Sebagai penghancur
atau perusak, Siwa mendapat sebutan Mahakala, dan saktinya Kali atau
Durga. Bentuk Siwa yang sangat menakutkan adalah Bhairava dengan
saktinya Candika (yang mahabengis, ganas). Sebagai dewa tertinggi, Siwa
merupakan sumber kebahagiaan dan segala kebaikan yang menciptakan alam semesta
dengan gerak tariannya dan berkali-kali menyelamatkan manusia.[28]
d.
Sekte Sakti
Sebenarnya aliran ini masih dapat
dimasukkan sebagai bagian dari aliran Siwa, tetapi karena yang disembah dan
dipuja bukan lag iSiwa melainkan Sktinya dalam bentuk Durga, dank arena lebih
luas dan lebih mendalam, maka lebih tepat kalau dianggap sebagai salah satu
aliran keagamaan tersendiri dalam agama Hindu. Sakti adalah kekuatan, prinsip
aktif yang menyebabkan Siwa mampu tercipta. Tanpa sakti tersebut Siwa tidak
akan dapat berbuat apa-apa karena Siwa adalah prinsip pasif. Karena itu Sakti
lebih penting daripada Siwa sendiri. Segala sesuatu terjadi karena bersatunya
prinsip pasif dengan prinsip aktif, yaitu persatuan Siwa dengan saktinya,
Durga.[29]
e.
Sekte Tantra
Sebenarnya sekte ini dapat
dimasukkan sebagai bagian dari sekte Sakti, tetapi karena beberapa pertimbangan
dianggap sebagi salah satu sekte sendiri dalam agama Hindu. Aliran ini disebut
juga Tantrayana karena mendasarkan diri pada kitab-kitab Tantra. Sekte
Tantra merupakan perpaduan yang sinkretistikdari berbagai macam kepercayaan,
termasuk kepercayaan primitif di India. Aliran ini juga terdapat dalam agama
Buddha, sementara dalam agama Hindu terdapat dalma kalangan para pemuja Siwa.[30]
Menurut Tantrayana, makrokosmos
(jagad atau alam semesta) identic dengan mikrokosmos (manusia) dan segala
sesuatu merupakan perwujudan tertentu dari “Sang Hyang Para”, yaitu Siwa.
Kesempurnaan tertinggi (moksa) tercapai dalam persatuan antara manusi dan Siwa.
Jalan untuk mencapainya adalah melalui mantra, semadhi, dan mudra (sikap tangan
tertentu). Perlambang situasi tertentu yang disebut Yantra. Mantra-mantra
digunakan karena mempunyai unsur sat (realitas) dan Sabda (kta-kata
atau ungkapan) yang memiliki kekuatan magis yang tinggi. Mantra yang merupakan
perwujudan dari Sakti dan Siwa, yang disebut bija, juga banyak perananya
dalam pencapaian kesempurnaan tertinggi ini. Sekte ini mementingkan peranan
dalam pecapaian kesempurnaan tertinggi ini. Sekte ini mementingkan peranan guru
spiritual yang akan membimbing murid-muridnya karena ajaran-ajarannya bersifat
rahasia.[31]
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono,
Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta 1971.
Honig
Jr. A.G.. Ilmu Agama, I, (terj.). Jakarta 1966.
Ali,
Mukti. Agama-agama di Dunia. Yogyakarta 1988.
Pandit,
Bansi. Pemikiran Hindu “Pokok-Pokok Pikiran Agama Hindu dan Filsafatnya.
Surabaya 2005.
Roham,
Abujamin. Ensiklopedi Lintas Agama. Jakarta 2009.
Al-Maghlouth,
Sami bin Abdullah. Atlas Agama-Agama. Jakarta 2012.
[1]
H.A. Mukti Ali, Agama-agama Dunia, (Yogyakarta: 1988, hlm.55).
[2]
Sami bin Abdullah al-Maghlouth, Atlas Agama-agama, (Penerbit: Jakarta,
Cet.1 2011, Cet.2 2012, hlm.483).
[3] Atlas
Agama-agama, hlm. 492.
[4] Atlas
Agama-agama, hlm. 483.
[5]
H.A. Mukti Ali, Agama-agama Dunia, (Yogyakarta: 1988, hlm. 93).
[6] Atlas
Agama-agama, hlm. 483.
[7]
Agama-agama Dunia, hlm. 94.
[8]
Agama-agama Dunia, hlm. 99
[9] Atlas
Agama-agama, hlm. 483.
[10] Atlas
Agama-agama, hlm. 484.
[11]
Tiga kekuatan Brahmana (sebutan Tuhan dalam agama Hindu) dalam menciptakan,
memelihara, dan melebur alam beserta isisnya. [ed].
[12]
Bansi Pandit,Pemikiran Hindu, pokok-pokok agama hindu dan filsafatnya,(penerbit:
PARAMITA Surabaya 2005), hlm. 200.
[13]
Pemikiran Hindu, pokok-pokok agama hindu dan filsafatnya, hlm. 203.
[14]
Pemikiran Hindu, pokok-pokok agama hindu dan filsafatnya, hlm. 207
[15] Atlas
Agama-agama, hlm. 486.
[16] Atlas
Agama-agama, hlm. 489.
[17] Dr.
Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Penerbit: Jakarta, Cet. 13
2003), hlm:22
[18] Atlas
Agama-agama, hlm. 490.
[19] Agama-agama
Dunia, hlm. 70-71.
[20] Atlas
Agama-agama, hlm. 496.
[21]
Adalah sebuah kitab yang bertuliskan dalam bahasa sansekertadan ukan milik India asli, tapi milik bangsa Arya
yang mulanya turun ke lembah India +1500 SM. Selanjutnya lihat, AbuJamin Roham “Ensiklopedia
Lintas Agama” (penerbit: Jakarta Cet.1 2009) hlm. 721.
[22] Agama-agama
Dunia, hlm. 58.
[23] Atlas
Agama-agama, hlm. 497.
[24] Al-mausu’ah
al-Muyassarah di al-adyan wa al-Madzahib wa al-Ahzab al-Mu’ashirah, jilid
II, hlm. 734-736
[25] Atlas
Agama-agama, hlm. 497.
[26] Agama-agama
Dunia, hlm. 76.
[27] Agama-agama
Dunia, hlm. 81.
[28] Agama-agama
Dunia, hlm. 83.
[29] Agama-agama
Dunia, hlm. 85.
[30] Agama-agama
Dunia, hlm. 86.
[31] Agama-agama
Dunia, hlm. 87.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar